Bola.com, Jakarta - Selama lebih dari satu dekade terakhir, istilah "Big Six" menjadi simbol dominasi segelintir klub di Premier League—Manchester United (MU), Manchester City, Arsenal, Chelsea, Liverpool, dan Tottenham Hotspur.
Keenam tim itu tidak hanya mendominasi klasemen dan pendapatan, tetapi juga merepresentasikan kekuatan politik dan ekonomi di sepak bola Inggris. Namun, dalam beberapa musim terakhir, peta kekuatan tersebut mulai bergeser secara signifikan.
Baca Juga
Advertisement
Kini, klub-klub seperti Newcastle United, Aston Villa, dan Brighton mulai mengancam posisi mapan para raksasa lama.
Keberhasilan mereka menembus kompetisi Eropa secara konsisten, ditambah kemunduran performa tim-tim besar seperti MU dan Spurs, menunjukkan bahwa dominasi lama tak lagi mutlak.
Bahkan, kegagalan MU lolos ke kompetisi Eropa musim depan memperkuat anggapan bahwa status sebagai anggota Big Six tidak lagi terjamin.
Di saat yang sama, klub-klub kelas menengah Premier League—seperti Crystal Palace, Everton, hingga Nottingham Forest—mulai membangun kekuatan yang lebih stabil dan kompetitif, baik secara finansial maupun teknis.
Mereka tidak lagi sekadar bertahan di liga, melainkan mulai menargetkan zona Eropa dan membangun skuad tanpa harus menjadi "ladang belanja" klub-klub besar.
Perubahan ini menimbulkan pertanyaan yang semakin relevan: apakah era Big Six di Premier League sudah benar-benar berakhir?
Berita video spotlight kali ini membahas tentang empat klub yang realistis bisa jadi pelabuhan berikutnya bagi Cristiano Ronaldo jika tinggalkan Al Nassr.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kemerosotan Big Six
Final Liga Europa yang mempertemukan MU dan Tottenham Hotspur di Bilbao seharusnya menjadi kebanggaan bagi sepak bola Inggris.
Namun, kenyataannya, pertandingan itu memperlihatkan ironi: dua tim yang masing-masing finis di peringkat ke-15 dan ke-17 Premier League justru bersaing di panggung Eropa.
Sementara itu, klub-klub ambisius lainnya di liga—seperti Aston Villa, Newcastle United, dan Brighton—hanya bisa menyaksikan dengan keyakinan bahwa saat mereka telah tiba.
Dalam dekade terakhir, struktur Big Six dianggap hampir tak tergoyahkan. Tetapi, analis telah lama menyebut bahwa formasi ini bisa berubah jika skenario tertentu terjadi: satu anggota Big Six gagal lolos ke Liga Champions selama tiga musim berturut-turut, sementara penantangnya berhasil masuk kompetisi tersebut dalam kurun waktu yang sama.
Kualifikasi Liga Champions bukan hanya persoalan gengsi, tetapi juga pendapatan yang bisa mencapai 100–150 juta paun, terutama setelah format baru dengan koefisien diperhitungkan.
Kekalahan Aston Villa dari MU di pekan terakhir, serta kekalahan Newcastle dari Everton, memang mengubah posisi klasemen akhir. Namun, dengan finis di posisi lima, The Magpies tetap meraih tiket ke Liga Champions, memperkuat klaim bahwa mereka sedang menanjak ke status elite.
Sebaliknya, MUÂ menghadapi masa suram. Gagal lolos ke Eropa musim depan untuk pertama kalinya dalam satu dekade dan kehilangan potensi pemasukan 80 juta paun setelah kalah di final, posisi mereka di antara elite Premier League mulai dipertanyakan.
Advertisement
Ambisi Baru Kelas Menengah Premier League
Situasi ini mencerminkan meningkatnya rasa percaya diri dari klub-klub yang dulu disebut "kelas menengah". Klub promosi kini makin sulit bersaing hanya dalam satu jendela transfer, sementara klub-klub mapan seperti Wolves dan Everton mulai memikirkan target lebih tinggi dari sekadar bertahan.
Everton, yang baru saja menyelesaikan pembangunan stadion baru dan membawa kembali David Moyes, berambisi kembali ke era keemasan ketika mereka rutin finis di delapan besar.
Crystal Palace juga menjadi contoh konsistensi dengan finis antara posisi ke-10 dan 15 selama 12 musim terakhir, dan kini punya modal lebih setelah merebut Piala FA.
Tidak seperti dulu, bertahan saja tidak cukup. Kini, setengah dari klub di liga bisa berharap bermain di Eropa.
Liverpool, Arsenal, Man City, Spurs, Chelsea, dan Newcastle semuanya akan berpartisipasi di kompetisi Eropa musim depan. Brighton dan Brentford juga telah membuktikan bahwa klub kecil pun bisa bersaing.
Chelsea bahkan menutup musim dengan finis di peringkat keempat dan mengangkat trofi Conference League.
Masa Depan Premier League
"Terutama kalau melihat kondisi finansial Manchester United saat ini, kita mungkin sedang menyaksikan kelahiran 'Top 12' alih-alih Top Four atau Big Six".
Jika hal ini benar-benar terjadi—dan sepak bola Eropa tidak lagi menjadi hak istimewa klub-klub besar tradisional—maka, kesenjangan pendapatan yang selama ini menciptakan ketimpangan kompetitif akan mulai menutup.
Tahun buruk MU mungkin terlihat sebagai penyimpangan sesaat, tetapi keunggulan lama mereka kini sulit dipertahankan karena klub-klub kecil tak lagi melepas pemain mereka dengan mudah.
Aturan Profit dan Sustainability turut membatasi belanja besar-besaran, sementara TV rights membuat klub-klub kelas menengah seperti Crystal Palace dan Nottingham Forest bisa mempertahankan talenta mereka.
Marc Guehi dan Eberechi Eze bertahan di Palace, sementara Forest memiliki skuad yang mencuri perhatian: Morgan Gibbs-White, Murillo, Elanga, Hudson-Odoi, hingga Nikola Milenkovic. Banyak di antaranya tak punya klausul pembelian kembali, memberi klub kendali penuh dalam negosiasi.
Advertisement
Liga Akan Makin Ketat
Manajer Arsenal, Mikel Arteta, menyatakan bahwa struktur kekuatan di Premier League saat ini kemungkinan besar akan terus mengalami perubahan.
Dalam wawancaranya bersama The Athletic, ia menilai bahwa tingkat persaingan telah meningkat secara signifikan dibanding musim sebelumnya.
Arteta mengaku sudah berdiskusi dengan banyak manajer lain, dan mereka sepakat bahwa perkembangan ini membuat liga makin menantang dan bahkan mengkhawatirkan. Menurutnya, selisih antara kemenangan dan kekalahan di Premier League kini sangat tipis.
Ia juga memperkirakan bahwa musim depan akan lebih sulit lagi. Ketika ditanya apakah ada pelatih yang bisa menjamin timnya lolos ke Liga Champions musim depan, Arteta menyebut tidak ada satu pun yang berani memberikan kepastian itu.
Bagi Arteta, jawaban tersebut mencerminkan betapa ketatnya kompetisi saat ini.
Pandangan Arteta menegaskan bahwa Premier League telah mengalami konsolidasi, bukan hanya di level klub-klub papan atas, tetapi juga di kalangan tim-tim menengah yang kian kompetitif.
Dalam konteks ini, ia mempertanyakan apakah konsep "Big Six" masih relevan, mengingat kini makin banyak tim yang mampu menantang dominasi klub-klub tradisional.