Sukses


Membandingkan Matheus Cunha dengan Rasmus Hojlund dan Joshua Zirkzee

Analisis: Matheus Cunha vs Rasmus Højlund dan Joshua Zirkzee. Siapa yang paling tepat untuk MU?

Bola.com, Jakarta - Matheus Cunha dikabarkan bakal segera bergabung dengan Manchester United (MU) untuk memperkuat lini serang pilihan Ruben Amorim.

Setelah musim yang menjadi catatan terburuk mereka dalam urusan mencetak gol di Premier League, langkah ini seakan menjadi awal dari revolusi di lini depan Setan Merah.

Kendati MU memiliki deretan penyerang muda bertalenta, mencari kombinasi yang harmonis di antara mereka terbukti sulit.

Dua tahun lalu mereka mendatangkan striker muda dari Atalanta dengan harapan bisa menjadikannya juru gedor utama dalam jangka panjang. Namun, kenyataan bahwa mereka harus kembali berburu pencetak gol menunjukkan bahwa rencana tersebut belum berjalan sesuai harapan.

Kedatangan Cunha dari Wolverhampton Wanderers diyakini menjadi bagian awal dari perombakan besar musim panas ini. Pemain asal Brasil yang penuh percaya diri dan kualitas ini sudah membuktikan diri di Liga Inggris.

Namun, apakah ia akan langsung bersaing sebagai pilihan utama dengan dua penyerang Amorim saat ini—Rasmus Hojlund dan Joshua Zirkzee?

Berikut perbandingan menyeluruh dari ketiganya, dilihat dari aspek mencetak gol, kreativitas, dan kontribusi saat tidak menguasai bola.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Kemampuan Mencetak Gol

Satu hal yang paling dibutuhkan MU adalah ketajaman di depan gawang. Mereka memang punya bakat, tetapi musim lalu performa mereka sangat mengecewakan.

MU hanya mencetak 44 gol di Premier League, padahal menurut data Understat, seharusnya mereka mencetak hampir 13 gol lebih banyak dari itu.

Hojlund (4 gol) dan Zirkzee (3 gol) tercatat gagal memenuhi ekspektasi berdasarkan xG mereka, masing-masing meleset 1,3 dan 1,8 gol.

Di sisi lain, Cunha justru melampaui ekspektasi. Ia mencetak 15 gol di liga untuk Wolves—terbaik dalam kariernya—dan melampaui angka xG-nya sebesar 6,4.

Beberapa pihak mungkin melihat ini sebagai alarm bahwa Cunha terlalu mengandalkan keberuntungan. Namun, ia memang memiliki kualitas tembakan dan insting yang membuatnya berani mencetak gol dari berbagai situasi, termasuk tembakan jarak jauh.

Dalam hal rata-rata tembakan per 90 menit, Cunha (3,81) mengungguli gabungan Højlund dan Zirkzee (3,22), begitu juga untuk tembakan tepat sasaran (1,52 vs 1,29).

Jika Bruno Fernandes masih bertahan, Cunha tentu tidak akan jadi pusat permainan seperti di Wolves. Tetapi, para suporter MU bisa berharap ia tetap akan tampil tanpa ragu dalam menembak.

Pilihan tembakannya kadang bisa membuat frustrasi, tetapi kepercayaan dirinya bukan tanpa alasan. Dalam hal mencetak gol, Cunha jelas unggul.

3 dari 4 halaman

Kreativitas dan Permainan Terbuka

Namun, Cunha tidak hanya datang untuk mencetak gol. Ia juga membawa dimensi lain yang dibutuhkan MU—kemampuan menciptakan peluang.

Di bawah skema 3-4-2-1 Ruben Amorim, Cunha tidak akan berperan sebagai ujung tombak utama, melainkan lebih sebagai second striker atau gelandang serang kiri. Dari posisi ini, kemampuan menggiring bola dan progresi individunya menjadi senjata utama.

Menurut data The Analyst, Cunha termasuk 15 pemain yang menciptakan setidaknya 35 tembakan dan melakukan 35 dribel progresif yang berujung peluang sejak awal musim 2023–24. Ia juga masuk 12 pemain yang terlibat langsung dalam 12 gol atau lebih melalui aksi membawa bola.

Dengan kecepatan dan kontrol bolanya, Cunha menjadi ancaman besar dalam serangan balik. Selain itu, ia mampu menembus tekanan lawan dan melewati pemain dalam situasi satu lawan satu.

Rasio keberhasilan dribelnya selama karier mencapai 55,2%, jauh di atas Hojlund (37,7%) dan Zirkzee (40,4%).

Hojlund belum menunjukkan peran sebagai kreator peluang, hanya mencatatkan rata-rata 2,22 aksi penciptaan tembakan (SCA) per 90 menit sepanjang kariernya.

Zirkzee lebih elegan dalam permainan, tetapi statistiknya masih di bawah Cunha: 2,82 vs 3,63 SCA per 90. Musim lalu, Cunha bahkan mencatatkan 4,57.

Cunha bukan hanya lihai menggiring bola, tetapi juga punya visi untuk umpan terakhir. Dalam dua musim terakhir Premier League, ia mencatat 13 assist.

Sebagai perbandingan, Hojlund hanya punya dua assist sejak datang ke Old Trafford, sementara Zirkzee hanya sekali mencatat lebih dari lima assist dalam satu musim—bersama Anderlecht di 2020–21.

4 dari 4 halaman

Kontribusi Tanpa Bola

Kendati Wolves racikan Vitor Pereira lebih agresif tanpa bola dibanding tim Amorim, MU tetap harus berkembang dalam hal pressing. Jika Amorim masih bertahan dengan tiga bek, kemampuannya membangun tim yang aktif merebut bola akan diuji.

Cunha sebenarnya bukan pemain pemalas, tetapi statistik Premier League sempat mencatat bahwa pada Maret lalu, ia adalah pemain outfield yang paling sering berjalan (77,6% waktu pertandingan). Jika MU ingin menjadi tim yang efisien dalam menekan, itu harus segera berubah.

Zirkzee mungkin tampak santai saat menguasai bola, tetapi musim lalu ia sangat efektif dalam pressing bersama Bologna di bawah Thiago Motta.

Hojlund masih butuh banyak pembenahan di aspek ini. Zirkzee mencatatkan 0,19 tekel di sepertiga akhir per 90 menit dan total gabungan 1,28 tekel serta intersep, sementara Hojlund hanya 0,04 dan 0,22.

Cunha mencatatkan 0,17 tekel di sepertiga akhir—lebih banyak dari Hojlund, tetapi lebih sedikit dari Zirkzee—hanya, unggul dalam hal recovery bola per 90 menit.

Secara keseluruhan, Cunha adalah sosok yang kontradiktif secara defensif. Statistik menunjukkan ia tidak banyak berlari, tetapi pengamatan langsung dan angka lainnya menyiratkan ia cukup aktif membantu pertahanan.

Di bawah Amorim, Cunha tidak akan bisa bersembunyi. Baik Højlund maupun Zirkzee menunjukkan niat dalam bertahan, meski Hojlund masih jauh dari kata efektif.

 

Sumber: SI

Video Populer

Foto Populer

OSZAR »